Jasa Hidrografi Survey Bathymetry - 0822-1515-2011

KONSULTAN HIROGRAFI INDONESIA, JASA HIDROGRAFI BATHYMETRI


Pemeruman adalah proses dan aktivitas yang ditujukan untuk memperoleh gambaran (model) bentuk permukaan (topografi) dasar perairan (seabed surface). 

Proses penggambaran dasar perairan tersebut (sejak pengukuran, pengolahan hingga visualisasi) disebut dengan survei batimetri. 

Model batimetri (kontur kedalaman) diperoleh dengan menginterpolasikan titi-titik pengukuran kedalaman bergantung pada skala model yang hendak dibuat.

Titik-titik pengukuran kedalaman berada pada lajur-lajur pengukuran kedalaman yang disebut sebagai lajur perum (sounding line). 

Jarak antar titik-titik fiks perum pada suatu lajur pemeruman setidak-tidaknya sama dengan atau lebih rapat dari interval lajur perum.

Pengukuran kedalaman dilakukan pada titik-titik yang dipilih untuk mewakili keseluruhan daerah yang akan dipetakan. 

Pada titik-titik tersebut juga dilakukan pengukuran untuk penentuan posisi. Titik-titik tempat dilakukannya pengukuran untuk penentuan posisi dan kedalaman disebut sebagai titik fiks perum. 

Pada setiap titik fiks perum harus juga dilakukan pencatatan waktu (saat) pengukuran untuk reduksi hasil pengukuran karena pasut.

Gambar 3.2 Tahapan Pembuatan Peta Survey Bathymetry


Desain Lajur Perum

Pemeruman dilakukan dengan membuat profil (potongan) pengukuran kedalaman. Lajur perum dapat berbentuk garis-garis lurus, lingkaran-lingkaran konsentrik, atau lainnya sesuai metode yang digunakan untuk penentuan posisi titik-titik fiks perumnya. 

Lajur-lajur perum didesain sedemikian rupa sehingga memungkinkan pendeteksian perubahan kedalaman yang lebih ekstrem. 

Untuk itu, desain lajur-lajur perum harus memperhatikan kecenderungan bentuk dan topografi pantai sekitar perairan yang akan disurvei. 

Agar mampu mendeteksi perubahan kedalaman yang lebih ekstrem lajur perum dipilih dengan arah yang tegak lurus terhadap kecenderungan arah garis pantai.

Gambar 3.3 Lajur-Lajur Garis Perum Garis Lurus

Dari pengukuran kedalaman di titik-titik fiks perum pada lajur-lajur perum yang telah didesain, akan didapatkan sebaran titik-titik fiks perum pada daerah survei yang nilai-nilai pengukuran kedalamannya 

dapat dipakai untuk menggambarkan batimetri yang diinginkan. Berdasarkan sebaran angka-angka kedalaman pada titik-titik fiks perum itu, batimetri perairan yang disurvei dapat diperoleh dengan menarik garis-garis kontur kedalaman. 

Penarikan garis kontur kedalaman dilakukan dengan membangun grid dari sebaran data kedalaman. Dari grid yang dibangun, dapat ditarik garis-garis yang menunjukkan angka-angka kedalaman yang sama.


Prinsip Penarikan Garis Kontur

Teknik yang paling sederhana untuk menarik garis kontur adalah dengan teknik triangulasi menggunakan interpolasi linier. 

Grid dengan interval yang seragam dibangun di atas sebaran titik-titik tersebut. Nilai kedalaman di setiap titik-titik grid dihitung berdasarkan tiga titik kedalaman terdekat 

dengan pembobotan menurut jarak. Dari angka-angka kedalaman di setiap titik-titik grid, dapat dihubungkan dari titik-titik yang mempunyai nilai kedalaman yang sama.

Penentuan Posisi Titik Fix Perum Menggunakan GPS


Posisi atau letak atau kedudukan atau tempat di laut dapat dinyatakan dengan koordinat. Koordinart tersebut terkait dengan suatu sistem tertentu, sehingga antara satu posisi dengan posisi lainnya dapat terkait hubungannya secara matematis. 

Sistem koordinat yang untuk posisi horizontal di laut umumnya menggunakan sistem koordinat geografis dan koordinat kartesian/kartesius. 

Sistem koordinat geografis mempunyai pengertian bahwa semua posisi tempat yang dalam hal ini diwakili titik, dinyatakan dengan lintang dan bujur geografis. 

Sedangkan sistem koordinat kartesian mempunyai pengertian bahwa semua posisi tempat yang dalam hal ini diwakili titik, dinyatakan dengan absis dan ordinat atau x dan y.

Pada pengukuran batimetri (kedalaman laut) dilakukan di atas wahana yang bergerak, baik yang disebabkan oleh wahananya sendiri, 

maupun karena permukaan air laut itu sendiri yang selalu bergerak vertikal ataupun horizontal. Dengan demikian maka setiap kali pengukuran kedalaman perlu ditentukan pula posisinya (horizontal dan vertikal) 

pada saat yang bersamaan, dengan demikian setiap angka kedalaman (z) yang didapat akan dapat dikenal/ditentukan posisinya (x,y). posisi kedalaman yang didapat dari pengukuran ini disebut dengan titik Snellius, 

sedangkan posisi kedalaman yang terletak di antara dua titik Snellius ditentukan dari hasil interpolasi jarak terhadap kedua titik tersebut. 

Penentuan posisi titik-titik Snellius menggunakan alat bantu yang berupa elektronik maupun bukan elektronik (optic).

GPS adalah sistem radio navigasi dan penentuan posisi menggunakan satelit. GPS terdiri dari tiga segmen utama, yaitu:

Segmen angkasa (space segment) yang terdiri dari satelit-satelit GPS Segmen sistem kontrol (control system segment) yang terdiri dari stasiun-stasiun pemonitor dan pengontrol satelit 

Segmen pemakai (user segment) yaitu terdiri dari pemakai GPS termasuk alat-alat penerima dan pengolah signal dan data GPS Satelit GPS dapat dianalogikan sebagai stasiun radio di angkasa, 

yang dilengkapi dengan antena-antena untuk mengirim dan menerima sinyal-sinyal gelombang. Sinyal-sinyal ini selanjutnya diterima oleh receiver GPS di atau dekat permukaan bumi 

dan digunakan untuk menentukan posisi, kecepatan maupun waktu. Selain itu, satelit GPS dilengkapi dengan peralatan untuk mengontrol tingkah laku satelit serta sensor-sensor untuk mendeteksi peledakan nuklir dan lokasinya.

Satelit GPS terdiri dari 24 satelit yang menempati enam bidang orbit yang bentuknya mendekati lingkaran. Orbit satelit GPS berinklinasi 55° terhadap bidang ekuator 

dengan ketinggian rata-rata dari permukaan bumi sekitar 20200 km. Satelit GPS bergerak dalam orbitnya dengan kecepatan kira-kira 3,87 km/s dan 

mempunyai periode 11 jam dan 58 menit (sekitar 12 jam). Dengan adanya 24 satelit yang mengangkasa tersebut, 4 sampai 10 satelit GPS akan selalu dapat diamati pada setiap waktu darimanapun di permukaan bumi (Abidin,2005).